Aku perempuan fiksi, mencintaimu dengan cara fiksi,
meski rasa hatiku bukan sebuah fiksi.
kemudian engkau mengatakan kepadaku tentang
kerinduanmu. padahal kita tidak pernah bertemu. tetapi hati kita sering
bersatu, melalui nada-nada, cerita-cerita, canda dan tawa. Sampai batas sebuah
kerinduan, tiba-tiba engkau meninggalkanku tanpa kabar. Padahal saat itu aku
tengah membutuhkannya. Hingga tanpa sengaja kita bertemu kembali lewat suara
dan kata. tetap fiksi atau setengah nyata. kemudian engkau sampaikan
kerinduan-kerinduan tanpa menjelaskan alasan kepergianmu yang lalu. Hingga
engkau menodongku dengan sebuah kalimat "Kalau kamu hanya fiksi, hanya
sebuah tulisan, hanya berupa suara. AKU PERGI"
apakah ada yang salah antara aku dan kamar kotak
yang mengurungku, sekalipun aku bukan seekor burung di dalam sangkar? tetapi
aku juga tak bisa terbang jauh ke tempat asing dimana aku sendiri tak mampu
menjangkaunya dengan sayap yang lemah. namun jika engkau tak dapat memahaminya,
aku pun tidak memaksa. aku hanya sekedar mengingatkanmu tentang ini:
"Apakah kau juga akan rela meninggalkan semua
perempuan fiksi yang kau sentuh dengan kalimat lewat monitormu? lalu untuk apa
selama ini kita mencoba saling berbagi? sementara pada beberapa menit, seluruh
manusia modern akan membagikan waktunya untuk berbincang dengan sosok-sosok
fiksi lewat, layar I pad, laptop, ponsel, dsb. begitu juga dengan dirimu yang
menemukanku di peradaban itu"
aku hanya tau satu hal, bahwa aku menemukanmu untuk
memeluk dunia baru dengan elegi-elegi kita. fiksi atau tidak itu hanya sebuah
akumulasi pemikiran. Ketika kau mencoba untuk membunuh aku yang fiksi, maka
sesungguhnya kau telah membunuh pikiranmu sendiri.
Ingatlah, bahwa perempuan fiksi punya hati yang tak
fiksi. rasa yang nyata, yang pernah membuatmu gila karena rindu sekarat yang
merajalela. Rindu yang bagai tuak menghajar tenggorokan dan kerongkonganmu
hingga engkau panas dalam. kemudian hanya bisa mengelus wajahku dengan ujung
telunjukmu dalam pulatan angin. Dan engaku hanya memejam dalam rejaman yang
menggebu. Yakinlah, Fiksi itu bagian kecil dari
dunia Nyata karena ia lahir dari kenyataan. Fiksi cuma ìstilah keterbatasan
gerak suatu kisah. Namun walaupun sekedar kisah
fiksi bukan berarti tidak ada hati. Dan hati sama sekali bukan fiksi. karena
terkadang kenyataan lahir berawal dari sebuah fiksi yang terkemas dalam sebuah
niat. aku tak malu mengakui ini. Fiksi itu bumbu kehidupan. pada
dasarnya, aku bukan sebuah kerinduan yang fiksi. Baiklah, akan kukatakan
tentang ini. Jika engkau lelakiku yang fiksi kemudian sampai mendapatkan
cintaku yang penuh elegi dan tidak sama sekali fiksi, maka engkau akan
kujadikan pangeran fiksi dalam duniaku sendiri. Semakin aku mencintaimu, maka
akan kupasung hatiku disini, dan menjadikan cintaku tetap fiksi. mengabadikan
kerinduan-kerinduan yang menggeliat setengah mati dan tetap pada kedalaman fiksi.
mengapa demikian?
SEBAB PERJUMPAAN HANYA AKAN MENGIKIS KHARISMAMU
YANG TAK FIKSI. SEBAB JIKA KUDEKATKAN DIRIKU PADAMU, MAKA DIRIMU SUDAH TAK JADI
SOSOK SPESIAL LAGI DI HATIKU YANG TIDAK FIKSI. SEBAB AKU INGINKAN CINTAKU YANG
TUMBUH UNTUKMU BUKAN SEBUAH FIKSI. AKU INGIN ENGKAU SESUATU YANG HAKIKI, WAHAI
PANGERAN FIKSI.
0 komentar:
Posting Komentar
Thanx for you'r coming :)